Dakwah Fardiyah, Sasaran dan Targetnya.

Posted by Ghiroh Tsaqofy
Islamedia - Dakwah fardiyah merupakan jenis dakwah yang pertama kali Rasulullah terapkan dalam dakwahnya. Rasulullah pernah berpidato dibukit Shofa, Rasulullah pernah melakukan dakwah dengan tulisan (bil qolam) melalui pengiriman surat kepada para raja di sekitar Arab, tapi yang pertama Rasulullah praktekkan adalah dakwah dengan pendekatan personal, dakwah fardiyah.
 
Bagi pelakunya, dakwah fardiyah terasa seperti sebuah seni yang indah. Mengatur strategi, mencoba menyentuh hati, berbahagia kala objek dakwah mulai berubah baik, dan cemburu saat objek dakwah melakukan hal yang negatif. Silakan praktekan sendiri untuk membuktikan.
 
Dakwah fardiyah memerlukan strategi dan perhitungan. Memahami sasaran dan target akan membantu efektifitas dakwah fardiyah. Berikut ini sumbang saran mengenai sasaran dan target dalam dakwah fardiyah.
 
Sasaran Objek Dakwah
 
1. Orang yang Terdekat
 
Karena dakwah fardiah memerlukan interaksi yang sangat intens, maka sasaran yang paling mungkin untuk dipengaruhi adalah orang terdekat dengan kita. Berbeda dengan dakwah bil qolam (tulisan) atau dakwah di mimbar-mimbar di mana kita mencoba mempengaruhi banyak orang bahkan yang tidak kita kenal sekalipun. Dakwah fardiyah memerlukan fokus yang tinggi dan interaksi yang pas agar bisa menyentuh hati mad'u (objek dakwah).
 
Yang menjadi sasaran Rasulullah saw saat Islam diturunkan adalah kalangan terdekatnya, sesuai dengan tuntunan dari Allah swt. "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" (QS 26:214). Istri beliau saw, Khadijah r.ha. adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Syaikh Al-Albani mengatakan: "Lelaki dewasa dan merdeka yang pertama kali beriman adalah Abu Bakar, dari kalangan anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib, dari kalangan budak Zaid bin Haritsah." Abu Bakar r.a. adalah teman Rasulullah sejak kanak-kanak. Zaid bin Haritsah r.a adalah anak angkat Nabi. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu beliau. Dan nama-nama sabiqunal awwalun (orang yang pertama masuk Islam) didominasi oleh orang terdekat Rasulullah saw.
 
Setelah Allah memerintahkan dakwah terang-terangan (QS 15:94-95), yang Rasulullah ajak bicara adalah kaumnya sendiri dari suku Quraisy. Rasulullah mengundang mereka dalam sebuah perjamuan. Perintah dakwah terang-terangan tidak membuat Rasulullah mencoba menggapai sasaran yang jauh-jauh. Tapi semua bertahap dimulai dari yang terdekat.
 
2. Yang Mudah
 
Orang yang lebih mudah dan ada kemauan didakwahi lebih diprioritaskan daripada orang yang susah menerima dakwah. Sekalipun orang yang susah itu simpul masa atau orang terpandang.
 
Asbabun Nuzul surat 'Abasa mengisahkan saat pemimpin kaum musyrikin lebih mendapat tempat dalam prioritas dakwah dibanding seorang Ummi Maktum yang buta dan punya kemauan menerima dakwah. Teguran dari Allah teruntai pada ayat berikut: "Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya." (QS 80: 5-10) Teguran ini harus diperhatikan par du'at agar memprioritaskan orang-orang yang mudah didakwahi walau mereka dari kaum strata terbawah.
 
Sebuah metafora: saat kita menginginkan buah mangga di pohon, tentu yang kita ambil adalah buah matang yang terdekat. Untuk mengambil buah yang tinggi memerlukan tenaga yang lebih besar. Begitu pula dalam dakwah fardiyah.
 
3. Simpul Massa
 
Simpul massa yang mau menerima dakwah akan mendatangkan banyak manfaat. Karena sebagai simpul massa, tentu saja ia memiliki pengikut. Dan para pengikut itu akan lebih mudah didakwahi manakala panutannya telah berhasil dipengaruhi.
 
Mungkin kisah masuk Islamnya Usaid bin Hudhair, seorang kepala suku di Madinah, seperti peristiwa insidental. Tetapi peristiwa itu menjadi milestone yang sangat berarti dalam perkembangan Islam di Madinah untuk menyambut kedatangan Rasulullah. Saat itu Mush'ab bin Umair r.a. yang diutus oleh Rasulullah ke Madinah untuk berdakwah sedang mendakwahi beberapa orang dari suku Abdul Asyhal. Tiba-tiba Usaid bin Hudhair datang dan memprotes dengan kasar terhadap aktifitas Mush'ab r.a. Dengan kharismanya, Mush'ab meminta Usaid duduk dengan tenang dan menyimak materi dakwah yang disampaikan. Apabila Usaid tidak bisa menerima materi dakwah yang disampaikan, Mush'ab bersedia menghentikan aktifitas dakwahnya. Usaid patuh. Dan Mush'ab pun membacakan beberapa ayat Al-Qur'an sehingga Usaid tertarik dan menerima dakwah yang disampaikan oleh Mush'ab.
 
Kharisma Mush'ab ditambah kekuatan ayat-ayat suci Al-Qur'an berhasil melunakkan hati seorang kepala suku. Keislaman seorang simpul massa ini diikuti dengan keislaman Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah. Dan keislaman mereka ini makin memberi pengaruh pada pengikutnya. “Jika Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah sudah masuk Islam, apalagi yang kalian tunggu? Mari kita menemui Mushab dan menyatakan keislaman kita.” Begitu ucapan penduduk Madinah.
 
 
Target Perkembangan Objek Dakwah
 
1. Islam Qobla Jamaah
 
Ini yang harus menjadi perhatian para du'at, bahwa kita menyeru umat manusia semata-mata agar mereka meninggalkan thoghut dan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah ta'ala. Jama'ah - di mana zaman sekarang kita tidak mengenal adanya jama'atul muslimin, yang ada adalah jama'atul minal muslimin - adalah sarana untuk mendakwahi umat. Target dasar dalam mendakwahi umat manusia adalah agar mereka berislam secara sempurna. Urusan apakah mereka mau bergabung bersama kita dalam barisan atau tidak, itu target komplementer.
 
Beberapa kelompok dalam umat ini sering menyitir hadits tentang 73 golongan dengan mengklaim bahwa kelompok mereka yang masuk surga. Hadits itu berbunyi: "Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 millah (agama), sementara umatku berpecah menjadi 73 millah (agama). Semuanya di dalam neraka, kecuali satu millah." Shahabat bertanya, "Millah apa itu?" Beliau menjawab, "Yang aku berada di atasnya dan juga para shahabatku."" (HR At-Tirimizi, Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Al-Hakim) Tidak sedikit umat Islam yang merasa hanya kelompoknya yang berada dalam kebenaran sehingga seruan dakwah mereka adalah dakwah kepada kelompok, bukan dakwah kepada Islam.
 
Islam qobla jama'ah adalah kaidah yang harus dipegang untuk menghindari watak asho'biyah. Bila seorang da'i adalah aktifis Rohis sekolah/kampus, maka ia mendakwahi teman-temannya agar mereka mau menunaikan kewajiban-kewajiban selaku orang yang beriman dan menghindari larangan-Nya. Adalah salah bila fokus seruannya agar teman-temannya masuk Rohis sementara ketika temannya meninggalkan sholat wajib ia diam saja tak peduli.
 
Begitu juga bila seorang da'i itu aktifis partai politik, jangan pernah puas dengan seorang ibu-ibu yang mau mencoblos partainya sedangkan ibu itu masih membuka auratnya.
 
 
2. Memperbaiki dan Meningkatkan Amal Ibadahnya.
 
Dalam dakwah fardiyah, akan lebih mudah bila kita sudah menjadi contoh/tauladan bagi sasaran dakwah. Jadi, kita sendiri amal ibadahnya harus lebih baik daripada orang yang kita sasar.
 
Beberapa aktifis dakwah kampus yang tergabung dalam satu kelas berembug menyusun strategi untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif. Maka mereka bersepakat untuk tak segan-segan tilawah (membaca Qur'an) dalam kelas. Saat memasuki Ramadhan - dimana saat itu umat muslim dipacu untuk memperbanyak amal ibadah, teman-teman mereka mulai bertanya-tanya pada aktifis dakwah di kelas itu di mana mereka bisa membeli mushaf Al-Qur'an kecil. Hingga akhirnya teman-teman itu ikut tak segan untuk membaca Al-Qur'an di dalam kelas. Selanjutnya tugas tahsin menanti para aktifis dakwah di kelas itu.
 
Seorang karyawan rajin melaksanakan sholat dhuha di musholla kantor. Mula-mula hanya ia dan beberapa gelintir orang yang rajin. Kemudian teman-teman dekatnya tertarik dengan aktifitas yang ia lakukan. Beberapa pertanyaan basa-basi terlontar, "kamu sholat apa sih?". Dan akhirnya musholla kantor itu mulai agak padat aktifitasnya di saat dhuha.
 
Cerita tentang dakwah fardiyah yang sukses kebanyakan tak jauh dari kisah ketauladanan. Contoh yang baik akan mudah mempengaruhi orang. Seperti pepatah, "faaqidu syai' la yu'thii". Seseorang yang tidak memiliki apa-apa tak bisa memberi.
 
 
3. Punya Sensitifitas Dengan Isu-isu yang Menimpa Kaum Muslimin
 
Dalam perang opini di zaman ini, banyaknya kepala - apalagi yang berkualitas - sangat diperlukan untuk kemenangan opini yang berpihak pada umat Islam. Bila seorang da'i sudah punya pengaruh di antara orang sekelilingnya, coba ajak mereka berdiskusi isu-isu yang sedang hangat. Juga isu Palestina, jangan lupakan. Karena peperangan yang kita hadapi saat ini - yang nyata - adalah ghazwul fikri (perang pemikiran).
 
Kita dikepung oleh isu-isu yang memojokkan umat Islam yang datang dari pihak eksternal yang sengaja memusuhi. Di dalam tubuh umat Islam, kelompok berpaham liberal, sekuler, pluralisme agama menguatkan serangan pihak eksternal. Saat isu karikatur Nabi, orang-orang Liberal malah mendukung penistaan itu dengan opini bahwa "siapa yang tidak setuju adanya karikatur Nabi, maka mereka telah mengkultuskan bahkan menuhankan Nabi." Na'udzubillahi min dzalik.
 
Isu lain adalah soal adzan dengan pengeras suara. Kelompok liberal tak henti menyebarkan opini memprotes penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Dalam skala yang lebih parah, kelompok liberal mengkampanyekan bahwa semua agama itu menuju Tuhan yang sama. Mereka juga mengkampanyekan legalitas homoseksual, lesbian, pernikahan beda agama, dan lain-lain. Orang-orang Liberal itu pun mencela muslim yang berpihak pada Palestina.
 
Apa artinya sholat lima waktu bila masih beranggapan bahwa agama selain Islam itu diterima oleh Allah swt? Apa artinya sholat dhuha bila beranggapan bahwa perbuatan homoseksual itu fitrah dan tak bertentangan dengan agama? Menghalalkan apa yang Allah haramkan adalah kemurtadan.
 
Karena itu seorang aktifis dakwah dalam dakwah fardiyahnya harus mempengaruhi mad'unya dalam isu-isu sensitif seperti dalam dialog-dialog ringannya, atau pun dalam diskusi yang sengaja diciptakan. Dan upayakan agar mad'unya ikut mempengaruhi orang lain.
 
4. Bergabung Bersama Kita
 
Sangat indah bila objek dakwah yang telah baik ibadahnya dan punya keberpihakan pada umat pada akhirnya mau bersama kita menggerakkan roda dakwah Islam. Bersama dia kita berpadu gerak memenangkan dakwah. Dan dia selanjutnya akan ikut ber-dakwah fardiyah pada orang-orang sekelilingnya.
 
Dakwah ini perlu muharik (penggerak), bukan sekedar simpatisan. Dakwah memerlukan orang-orang yang siang dan malamnya berfikir untuk dakwah Islam. Walau ada adagium "qilatur rijal", tapi penambahan penggerak dakwah akan tetap terasa sedikit. Karena pepatah lain berbunyi: "Bila ada seribu pembangun, cukup di belakangnya satu orang penghancur."
 
Setelah kita perkenalkan Islam, maka boleh lah objek dakwah kita rayu untuk bergabung bersama kita dalam wadah dakwah yang kita punya. Tapi jangan sampai ada kekecewaan yang menjerumuskan kita pada sikap asho'biyah manakala ada penolakan dari objek dakwah.
 
 
Begitulah sasaran dan target dalam dakwah fardiyah. Penulis banyak mengandalkan pengalaman pribadi dan orang lain dalam menyusun tulisan ini. Dakwah fardiyah sejatinya tidak memerlukan banyak teori. Praktek dan pengalaman lah yang lebih banyak mengajarkan kita.
 
http://www.islamedia.web.id/2011/05/dakwah-fardiyah-sasaran-dan-targetnya.html

Comments :

0 komentar to “Dakwah Fardiyah, Sasaran dan Targetnya.”

Posting Komentar

 

Total Yang Silaturahim